Hari kemarin, 15 Oktober 2011, menjadi awal dari rangkaian perjalanan yang akhirnya melahirkan coretan berjudul Reuni di Tanah Sumbing. Oh iya maaf, ini berbicara gunung, ya itu kegemaran saya, semoga tak bosan menyimaknya :D.
saya tidak terlalu ingat bagaimana awalnya rencana yang kemudian benar- bnear terealisasi menjadi saksi, hehehe lebe.
Tersebutlah 3 pemuda yang sudah bebrapa waktu terpisah karena tuntutan peran masing- masing, purwokerto - kuningan- wangon, yang belakangan kuningan beralih ke purwokerto, dan saat tulisan ini dibuat, purwokerto beralih ke daratan terpadat mengadu bakat. Sebenarnya ada bebrapa lagi, tapi yang terlibat dalam scane ini, mereka itu, saya [penulis], komandan Dandi dan komandan Irfan. Ya semua berpangkat komandan, sama rata sama rasa, dan mereka akur- akur saja, tidak bertikai, senggol sana senggol sini.
Hari itu sebenarnya kita punya kesibukan masing-masing, saya ada seminar Desa Digital di LPM Unsoed, komandan Irfan harus menunaikan tugasnya mendidik anak didiknya dan Komandan Dandy saya agak- gak terlupa aktivitas pagi sampai siang hari itu. Oh, hampir terlupa, siang iu juga ada acara semacam seminar yang menhadirkan A. Fuadi, penulis pembangun karakter bangsa di fakultas kedokteran.
Singkatnya, selepas dhuhur saya pamit gasik dari seminar untuk bergegas packing, beli ini itu bareng komandan Dandy, dan diseberang sana komandan Irfan masih dalam kelas nya, entah apa yang sedang dia ceritakan ajarkan pada anak didiknya, yang jelas dia tunaikan keawjiban ngajarnya sampai selesai.
Menjelang ashar kami berkumpul di kosan saya dengan seperangkat carrier dan kawan-kawanya, 3 calon pendaki 3 carrier, ah mantap dirasa, layaknya mau berperang saja. Pernah meraskannya?kalo belum, sekali-sekali coba menggendong carrier yang berbobot belasan kg :D.
Setelah di make sure, bismillah kita berangkat berkendara 2 motor, trip pertama singgah di rumah orang tua saya, break istirahat makan dan mengenalkan keluarga. 1 jam perjalanan terlewati, menjelang maghrib kita lantas berpamitan, menerobos sore yang muali gelap. Target kami mengejar sholat maghrib di SPBU HIU Banjarnegara, sekaligus menjamaknya dengan Isya.
Sekian waktu, sekian medan terlewati, tersampailah di gerbang perbatasan Wonosobo- Temanggung, beberapa meter memasuki wilayah teritorial Temanggung, oiya ada dua teman saya yang bertempat tinggal di sana, dan juga ada yang memang asli sana, Febrayanto Catur dan Bung Nafies.
Beberapa menit stelahnya kita pergi berbalik arah dan meninggalkan Temanngung, memasuki kembali wonosobo, colek Bung Anas -pencetus Revolusi Pertanian-. Sumbing menjadi tempat kita bereuni, Sindoro masih dalam stats waspada, ditutup untuk pendakian. Aroma dingin sudah lekat dan lengekt di sekujur badan. Di sini air sudah layak disebut air es di tempat dengan ketinggian biasa.
Registrasi, re-ppacking dan berkenalan dengan bebrapa pendaki menjadi aktivitas awal disini. malam ini ada seratusan pendaki yang merayap ke sumbing, tetapi dengan start yang berlaianan, kami mungkin rombongan terakhir. Saya putuskan mengenakan pakaian minimalis, berkaos dan bercelana 3/4, style ketika awal mendaki. Kami putuskan lewat jalur sebelah kiri, jalan berbatu rapi berpuluh meter, luar biasa, malam ini kita naek berpandukan bulan dan pasukan gemintangnya, huh nikmat bukan kepalang, pemandangan yang amat jarang ditemui.
Disepanjang track nanjak berbatu, disi dengan obro;lan dan dengusan nafas yang mengeluarkan asap putih, dingin memang ketika berhenti teralu lama. Saya atur ritme break-jalan agar hawa panas tubuh masih bisa menetralsiir dingin.Di ujung open track ini, jalan mengerucut, jalan setapak tanah berkelok dan menanjak dengan ketajaman yang bervariasi.Berbilang jam sudah terlewati, dibelakang terdengar serombongan pendaki dari semarang, mereka dari - pramukanya universitas- saya terlupa namanya, mereka layaknya prajurit, berbekal seadanya, dengan pakaian 'dinas' nya.
Susul menyusul di anatara kami memacu semnagat yang mulai berkurang dengan tingginya tanah yang didaki. Sekitar jam 3 dini hari kami putuskan nge-camp di pasar setan [maaf kalo terlupa tepatnya], tanah terbuka pertemuan dua jalur pendakian sumbing.
Memasuki tenda layaknya memasuki waktu berbuka puasa... alhamdulillah... masak dan berganti pakaian hangat sembari bercengkrama melapas lelah. hening ............
bersambung