-- --

Selasa, 19 April 2011

Salam di ketinggian Sindoro [2] #habis

/* Prolog*/
Melazimi menulis ternyata susah-susah gampang, susah kalau memang niatnya separuh- separuh dan bisa jadi gampang kalau memang dibiasai. Apalagi kalau sudah berbau TA a.k.a skripsi...... [no comment]
Seperti posting saya yang ini, sudah terlampau lama jeda waktu dengan posting saya yang sebelum ini. Saya anggap, usaha meng-kata-i perjalanan saya ke Sindoro 4 Maret kemarin menjadi bentuk usaha saya membiasai menulis.
/* EOP*/
..........Kami mulai berjalan meninggalkan basecamp ditengah rintik hujan, dingin, gelap, dengan beban berat di punggung dan senter di tangan. bismillah ..
Teringat seruannya Jenderal Soedirman ,
insaflah :"Barangsiapa mati padahal [sewaktoe hidoepnya] belum pernah toeroet berperang [membela keadilan]bahkan hatinya berhasrat perang poen tidak, maka matilah ia di atas tjabang kemoenafekan."
dari hadist yang diriwayatkan Muslim.
Dan teringat perkataan pendaki tua [sudah banyak kali mendaki Mahameru] di novel -5 cm- "mendaki adalah perjalanan sebuah hati" [dengan sedikit perubahan]
Tiga pemuda yang biasa dipanggil [mas, bang, bro, gan, dan awalan sapaan lainnya ] Asep, Catur [Eba] dan Igoz bertolak perlahan dari basecamp, berrrr...... memasuki sebuah ruang super raksasa yang agak- agak mempunyai tingkat kedinginan layaknya lemari es. Hampir 1 jam [ kira- kira segituan..] kita habiskan perjalanan menginjaki jalan landai berbatu, cerita – cerita ringan dan candaan keluar yang banyaknya mungkin menyamai,lebih dari atau malah kurang dari jumlah batu yang memenuhi jalan berdimensi sekian x sekian meter. Ada tips dari Catur yang dia dapat dari pengamatannya terhadap para petani di sekitaran Sumbing, agar tidak cepat capek, dan ngos- ngosan, usahakan jalan agar tidak membungkuk. Ini masuk akal,karena dengan jalan yang menanjak,beban berat di bahu,punggung akan menambah berat kerja paru-paru kita, ditambah sms yang dia dapet dari Putit, kalau semakin ke atas, kadar oksigen semakin berkurang. Dan diskusi ilmiah terjadi di sini, da teringat pula, di Quran ada ayat yang isinya tentang menipisnya kadar oksigen seiring dengan ketinggian. Saya terlupa surat dan ayatnya.
Sampai di ujung jalan berbatu ini, ada belokan ke kiri agak menanjak yang beberapa meter didepannya di hadang beloka ke kanan yang menandai habisnya jalan berbatu. Dari sini kanan kiri tak lagi tanaman perkebunan penduduk, melainkan mulai pepohonan. Track belum terlalu menanjak,bebrapa waktu jalan, bisa dijumpai gubukan di sebelah kiri. .................. perjalanan 1.5 jam sampai di tanah datar, kalau dulu masih ada gubukannya, sekarang tinggal puing- puingnya. Di sini kita bertemu dengan dua pendaki yang sedang break [istilah yang biasa saya pakai sebagai tanda kita berhenti istirahat], mereka pendaki dari Wonosobo.
Setelah melalui mereka, track mulai menurun, menanjak, menurun, menanjak [saya terlupa kali berapa turun dan nanjaknya] yang pasti, rutenya seakan memutari punggung gunung ke areah kiri.rute ini bisa ditempuh dalam setengah jam, setelahnya pemandangan terbuka ke arah Sumbing,bisa dipakai untuk foto dengan background gunung Sumbing..
Sepanjang perjalanan kata- kata "break" sering terdengar, sebentar kita berhenti, lantas lanjut lagi begitu seterusnya. Kalau terlalu lama, suhu tubuh kita akan turun dan merasakan dingin lagi. Justru denga berjalan suhu tubuh kita akan meningkat, bahkan berkeringat, jadi dianjurkan kalau mendaki memakai pakaian minimalis, bukan maksud saya pakaian- pakaian pembuka aurot yang ramai dipakai saudari- saudari kita di lingkunagn kampus bahkan sampai merambah kampung- kampung. Ngeri juga kalau teringat dengan hadist soal 'berpakain tetapi telanjang'. Pakain minim alis, pakai kaos oblong dengan bahan dasar yang cepet kering, begitu juga dengan celana panjang, kalau saya biasanya memakai celana ¾ dan sandal jepit [gunung].
Sudah beberpa jam kita habiskan, alarm hp dengan interval 1 jam [berganti,hp saya, hp catur] sebagai tanda sudah berapa lama waktu tempuh. Suara "break" terdengar dengan interval waktu yang lebih singkat.... Catur mersa sakit di lutut kanan, Igoz kaki lecet karena ukuran sandal yang lebih kecil dari ukuran sandal yang biasa dia pakai.
Mimpi... adalah kunci ...
Untuk kita,,, menaklukan dunia ...
Kata- kata itu saya suarakan untuk menyemangati mereka dan beberapa nasyid yang suarakan lirih untuk saya sendiri. Malam sudah melawati angka 00.00 yang dalam hitungan masehi artinya berganti hari. Target saya, kami ngecamp di pos 3, tanah lapang yang bisa menmpung puluhan tenda.
"Bentar lagi batu besar bos..."
Masih lama gak?
"udah deket..."
.......................................
Masih lama?
"deket ...."
Batu besar terlewati dan kami sempet break agak lama di sana. Sisa- sisa perjalanan semakin sepi, sura tarikan dan hembusan nafas lah yang menggantikan percakapan kami. Setelah beberapa kali break, request ngecamp sudah tak dapat ditawar lagi, sembari break, saya naek sendiri, tanpa carrier mencari tanah yang lebih layak untuk kami gelar tenda, dan alhamdulilah gak berselang lama naek, terdengar suara obrolan dan lampu- lampu tenda – perkampungan pendaki-.saya bergegas turun, menyampaikan kabar gembira ini, kita naek, sampai di pintu tanah lapang ini, kita disambut seruan "Assalamu'alaikum...", wa'alaikum salam, jawab kami, jabat tangan dan rasa senang membuncah, yesssss kita sampai. Selama beberapa pendakian yang sudah saya lakukan, salam di ketinggian dua kali kesempatan saya alami, di sini, Sindoro. Ada bebrapa tenda doom yang sudah berdiri dan berpenghuni, ada rekan- rekan UGM, kendal, Batang dan mana lagi saya terlupa. Sembari dua rekan saya istrirahat, saya berjalan melewati tenda- tenda doom yang ada, mencari lokasi buat kami bikin camp.
Jam stengah 2 pagi, kami sudah di dalam tenda, masak air dan mie instant untuk menetralisir hawa dingin. Sembari memasak, dua rekan saya menelepon seseorang [ gak pake sebut nama, salah satu nama sudah disebut di awal track jalan berbatu]. Jam 3 an, terdengar beberapa pendaki lain, re-packing, melanjtkan perjalan ke puncak yang masih membutuhkan waktu 2-3 jam.kilatan- kilatan senter dan head lamp menyemarakan malam yang gelap, kami memtuskan untuk melanjutkan pagi harinya.
Auman- auman alarm tak juga membangunkan kami, subuh kami laksanakan agak telat. Ada kesan tersendiri bagi saya untuk aktivitas yang satu ini, tidak saya ceritakan di sini, kapan- kapan, rekan- rekan rasakan sendiri.
Hari mulai terang, rekan-rekan pendaki lainnya mulai keluar dari zona nyamannya, berkenalan dengan tetangga sebelah, mereka menghampiri kami, mereka rekan- rekan dari Kendal, ada Mang aziz, fitri, Ferry dan lainnya, gak kenalan dengan semua. Foto- foto, memasak, ngobrol, tuker makanan,tuker alamat email 
Karena beberapa alasan, kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan turun, rekan- rekan Kendal dan yang lain melanjutkan perjalanan naek. Bagi saya muncak bukan satu- satunya tujuan, kebersamaan lebih saya pilih. Kami berpamitan turun.
Jam ½ 8 kami turun, sampai basecamp jam 11 lewat, istirahat sebentar, trus lanjut pulang ke Temanggung,- Mujahiddin [ nama kompleks]. Pagi harinya Igoz pulang ke pwt naek motor, saya pulang ke Banjarnegara dengan bus, dengan uang 'pesangon' dariCatur, soalnya uang di dompet saya ludes tak bersisa dan Catur memulai aktivitas kerjanya. Perjalanan 'menuju Sindoro' berakhir di situ. Sampai jumpa di pendakian- pendakian selanjutnya.

*Next Stories [In my mind]
  .: Segenggam Pelajaran Kehidupan di Perum Eksodan Tanggulangin 

  .: Sindoro, Cumi dan Badai
  .: "Mengukur Jarak"


4 komentar:

bang iwan mengatakan...

senengane munggah gunung!
ayo munggah podium wisuda!! he..

:) keep rolling Kang!

Asep W. mengatakan...

Alhamdulillah kang, Desember tahun ini, insyaAlloh..
Munggah gunung.. amben taun..insyaAlloh :D

Millati Indah mengatakan...

Baru tahu saya kalo naik gunung tu pakeannya minimalis. Yang kebayang pake jaket tebal, kaos kaki, kaos tangan, dll. Soalnya temen2 saya yang suka naik gunung ceritanya gitu. Ato karna mereka naik gunungnya pas malem ya?

Asep W. mengatakan...

selamat datang Milla, sudah baca tuntas?
dari pengalaman naek gunung, pakaian minimalis lebih pas buat saya u/ siang/ malam, beberapa alasnnya sudah ada di atas. Hangat dibutuhkan sekali ketika dalam keadaan diam [nge-camp, tidur], kalopun hujan dengan style seperti ini bisa cepet kering, stock pakaian hangat biar di carrier. Pakaian 'resmi' diapake ketika summit yang biasanya dimulai menjeklangb atau setelah subuh, lagi dingin2nya ditambah berjam2 tidak beraktifitas. Tapi untuk cwe saya kurang begitu tau, soalnya ada aturan main sendiri dalam islam. MUngkin nanti ada rekan yang bisa ngelengkapi. salam..

Posting Komentar